Overview Yohanes 7:53-8:11[1]
Kisah tentang perempuan yang tertangkap basah berzinah terdapat dalam banyak salinan Yunani maupun Latin (Jerome), meskipun tidak terdapat dalam kebanyakan naskah awal yang kita miliki. Salah satu alasan dari kurangnya bukti tekstual mungkin karena mereka yang imannya lebih lemah menghapus teks tersebut, karena berpikir bahwa teks itu mungkin mendorong perzinahan (Agustinus).
Sangatlah tepat bahwa Kristus yang diurapi pergi ke Bukit Zaitun, karena minyak zaitunlah yang digunakan untuk pengurapan (Agustinus). Lebih jauh lagi, Bukit Zaitun menunjukkan tingginya kebajikan dan belas kasihan Tuhan kita, yang juga turun ke Bait Suci, di mana umat-Nya yang setia hadir (Bede). Ketika berjumpa dengan para pemimpin Yahudi yang berusaha melempari batu seorang perempuan yang tertangkap basah berzinah, Yesus dihadapkan pada dilema apakah perempuan itu harus diampuni atau tidak, dan dengan demikian menguji ketaatan-Nya pada hukum Taurat (Agustinus, Bede). Hukum Taurat menetapkan hukuman mati bagi para pezinah (Luk 20:10). Peraturan ini tidak dipatuhi pada zaman Yesus; orang-orang Farisi membawa perempuan ini karena mereka melihat kesempatan untuk menguji Dia. Jika Yesus keberatan dengan hukuman itu, Dia dapat dituduh menentang Hukum Taurat, namun jika Dia menjunjung tinggi hukuman itu, maka Dia dapat dituduh tidak menunjukkan belas kasihan kepada orang berdosa. Dalam jawaban-Nya, Yesus mempertahankan keadilan dan belas kasihan sekaligus (Agustinus). Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tindakan Yesus mengutuk para penuduhnya (Agustinus, Jerome) saat Dia menulis di atas tanah berdebu yang menghasilkan buah lebih banyak daripada hati para penuduhnya yang terbuat dari batu (Agustinus). Mereka dikutuk oleh hukum yang mereka tuduhkan - hukum yang ditulis oleh jari Allah yang sama yang sekarang tertulis di dalam debu di depan mata mereka (Bede, Agustinus). Ini adalah satu-satunya tempat di dalam PB di mana Tuhan kita menulis sesuatu. Ada beberapa teori tentang apa yang Dia tulis. Beberapa orang mengatakan bahwa Dia menulis Sepuluh Perintah Allah yang telah dilanggar oleh semua penuduh setidaknya sekali. Yang lain mengatakan Dia menulis nama-nama para penuduh yang telah melakukan perzinahan.
Yesus mengundang mereka untuk melemparkan batu pertama, sebuah tawaran yang pada akhirnya dapat dan harus mereka tolak. Ketika diperhadapkan dengan suara keadilan (Agustinus), yang menyerukan agar keadilan dimulai dari diri sendiri (Gregorius, Bede), mereka dikalahkan tanpa Yesus harus melihat mereka (Agustinus). Mereka pergi satu per satu, mungkin yang paling bersalah pergi lebih dahulu. Seandainya saja semua orang akan mengakui kesalahannya seperti yang dilakukan orang-orang ini! Namun, Yesus juga menjelaskan bahwa tidak ada standar ganda antara laki-laki dan perempuan dalam hal perzinahan. Jawaban Yesus membingungkan orang-orang Farisi karena Dia menjunjung tinggi prinsip besar Hukum Taurat bahwa upah dosa adalah maut (Kej 2:17; Rm 6:23) tanpa mengabaikan aspek belas kasihan yang lebih besar (Ul 13:17; Mzm 116:2-117:4; Hos 6:6). Belas kasihan ini ditawarkan secara cuma-cuma kepada semua orang berdosa yang bertobat. Agar kita dapat menerima karunia ini, kita harus menjauhi dosa (ayat 11). Pada saat Dia selesai menulis di tanah, yang tersisa hanyalah orang yang dikasihani dan orang yang mengasihani Dia (Agustinus). Jadi, sama seperti Yesus yang penuh belas kasihan, para uskup dan imam harus berbelas kasihan ketika berhadapan dengan dosa. Jawaban perempuan itu atas pertanyaan terakhir Yesus, "Siapakah yang tersisa untuk menghukummu," pada dasarnya adalah pengakuan bersalah perempuan itu yang menerima belas kasihan Tuhan bukan penghukuman-Nya (Agustinus).
[1] Kita mencatat bahwa sampai abad ketiga belas, naskah-naskah Kitab Suci tidak memuat penomoran pasal maupun ayat. Penomoran pasal ditambahkan pada waktu itu, baru pada tahun 1551 ada penomoran ayat-ayat. Jadi, selama seratus tahun, bahkan edisi Kitab Suci yang dicetak pun muncul dengan penomoran pasal saja. Oleh karena itu, kita tidak perlu heran bahwa manuskrip yang digunakan oleh Theophylact pada sekitar tahun 1100 membagi pasal-pasal agak berbeda dari yang biasa kita gunakan saat ini. Dua belas ayat yang biasanya ditemukan di sini (8:1-11) dalam salinan Kitab Suci yang dicetak tidak ada pada masa Theopylact. Ini adalah perikop mengenai perempuan yang tertangkap basah dalam perzinahan. Yohanes Krisostomos juga tidak mengomentari teks ini; tetapi beberapa Bapa Gereja Barat melakukannya termasuk Ambrosius dan Agustinus. Banyak manuskrip Injil Yunani awal memasukkan perikop ini, tetapi ditemukan di berbagai lokasi dalam Injil. Terlepas dari ketidakpastian ini, secara umum diterima Gereja sebagai teks Perjanjian Baru yang otentik.
Referensi:
Oden, Thomas C. Ancient Christian Commentary on Scripture. New Testament IVa. Downers Grove, Ill: InterVarsity Press, 1998.
Theophylact of Ochrid. The Explanation of The Holy Gospel According to John. Translated by Fr. Christopher Stade. House Springs, MO: Chrysostom Press, 2007.
Athanasius Academy of Orthodox Theology, Elk Grove, California. The Orthodox Study Bible. Nashville: Thomas Nelson, 2008.
No comments:
Post a Comment