Gembala Agung besar ini lahir dari orang tua kaya di Tesalonika pada tahun 346. Sejak masa mudanya, sampai usia 25 tahun, Porfirios tinggal di Tesalonika, kota kelahirannya. Setelah itu, ia berpamitan pada orang tuanya untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan menyingkir ke padang gurun di Mesir. Di bawah bimbingan seorang bapa rohani yang berpengalaman, Porfirios muda ditahbis menjadi seorang monakhos atau rahib dan tinggal di sana selama 5 tahun. Dia kemudian mengunjungi tanah suci Yerusalem dengan ditemani oleh rahib Markus, temannya yang setia. Di dekat Yerusalem, dia menjalani kehidupan pertapa di sebuah gua, sekali lagi selama 5 tahun. Tapi kemudian kaki Porfirius menjadi lemah dan dia tidak bisa berjalan lagi. Namun demikian, sambil merangkak diatas lututnya dia terus menghadiri setiap Liturgi Ilahi.
Suatu malam, Tuhan menampakkan diri kepadanya pada suatu penglihatan dan menyembuhkan dia dari kelemahan kakinya dan dia menjadi sembuh sepenuhnya. Ketika terpilih menjadi Uskup Gaza, Porfirios menerima kewajiban ini dengan berat hati. Di Gaza, dia hanya menemukan 280 orang Kristen. Semua penduduk lainnya adalah penyembah dewa berhala yang sangat fanatik. Hanya dengan iman dan kesabarannya yang besar Porfirios berhasil mengubah penduduk Gaza menjadi beriman pada Kristus.
Dia secara pribadi melakukan perjalanan ke Konstantinopel untuk menemui Kaisar Arkadius dan Patriark Yohanes Krisostomos untuk mencari dukungan mereka dalam perjuangan dengan para penyembah dewa berhala. Dia menerima dukungan yang diinginkan. Kuil penyembah dewa berhala ditutup dan patung-patungnya dihancurkan dan dia membangun sebuah gereja yang indah dengan 30 kolom marmer. Permaisuri Eudoxia secara khusus membantu pembangunan gereja ini. Porfirios hidup cukup lama untuk melihat seluruh kota Gaza menjadi Kristen tetapi ini terjadi setelah banyak usaha, penderitaan, dan air mata doa kepada Tuhan. Dia meninggal dengan damai pada tahun 421. Dia adalah seorang pembuat mukjizat baik selama hidupnya maupun setelah kematiannya. Bahkan hingga hari ini, reliknya tersimpan di Gaza.
Adorned with the royal purple of your virtues, / you were glorious as a hierarch and shone forth resplendently, wise Porphyrius. / You were excellent in word and deed / and you strengthen all with the grace of godliness. / As you ever serve Christ, do not cease to pray for the world. (Troparion - tone 4)
You were adorned by your holy way of life / and were resplendent in the robe of the priesthood, all-blessed, divinely-wise Porphyrius. / You are famous for your powers of healing / and you unceasingly pray for us all. (Kontakion - tone 2)
Sabtu Para Jiwa (Memorial Saturday)
Satu hari sebelum Minggu Bebas Daging (Meatfare Sunday) di mana kita mengingat tentang Penghakiman Akhir dari Kristus, Gereja berdoa bagi para umatnya yang telah meninggal seperti karena perang, wabah penyakit, kelaparan, atau kematian lainnya, saat mereka berada di negara asing, atau saat mereka bepergian lewat laut, darat, atau udara. Gereja juga berdoa bagi orang-orang miskin atau bagi mereka yang mungkin tidak menerima penguburan yang layak atau yang tidak memiliki siapa pun untuk meminta pelayanan peringatan bagi mereka.
Kita berdoa untuk orang-orang yang sudah meninggal pada hari Sabtu ini karena Gereja menetapkan hari Sabtu sebagai hari yang tepat dalam seminggu untuk mengingat mereka. Pada hari ini sebelum kita mendengar Injil tentang Penghakiman Akhir, kita berhenti sejenak untuk mengingat kematian kita sendiri yang tak terhindarkan ketika kita akan tampil di hadapan Kristus untuk memberikan pertanggungjawaban akan hidup kita. Semoga kita memiliki "pembelaan yang dapat diterima di hadapan Takhta Penghakiman-Nya yang menakutkan."
Saat kita mempersiapkan diri untuk perjuangan spiritual Puasa Agung (Great Lent), kita harus mengingat bahwa kita telah diberikan kehidupan sekarang ini untuk pertobatan dan memohon belas kasihan Allah secara terus menerus. Ketika Kristus datang dalam kemuliaan untuk menghakimi dunia, sudah terlambat untuk mengatakan bahwa kita mau bertobat atau meminta belas kasihan. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan waktu yang telah diberikan kepada kita untuk berjuang melawan setiap dorongan dosa yang memisahkan kita dari Tuhan, mengakui dosa-dosa kita, mengoreksi diri kita sendiri, dan mengejar kehidupan yang bajik dan kudus atau suci.
Only Creator, with wisdom profound, You mercifully order all things, / and give that which is needed to all men: / Give rest, O Lord, to the souls of Your servants who have fallen asleep, / for they have placed their trust in You, our Maker and Fashioner, and our God. (Troparion - tone 8)
With the saints give rest, O Christ, to the souls of Your servants, / where there is neither sickness nor sorrow, and no more sighing, / but life everlasting. (Kontakion - tone 8)
Commemoration of the Dead
Sekarang Gereja mengarahkan perhatian kita melampaui batas-batas kehidupan kita sekarang, kepada leluhur, orang-orang, saudara-saudara kita yang telah meninggal. Gereja berharap bahwa dengan mengingatkan kita akan keadaan mereka (yang kita sendiri tidak akan bisa melarikan diri), untuk mempersiapkan kita menghabiskan minggu bebas keju dengan benar serta Puasa Prapaskah yang mengikuti. Mari kita mendengarkan ibu kita Gereja; dan memperingati orang-orang dan saudara kita, mari kita berhati-hati untuk mempersiapkan diri memasuki dunia lain. Marilah kita mengingat dosa-dosa kita dan meratapinya, menetapkan waktu ke depan untuk menjaga diri kita tetap suci dari segala kekotoran batin. Karena tidak ada seorang pun yang najis atau kotor yang akan masuk ke dalam Kerajaan Allah; dan pada saat penghakiman, tidak seorang pun yang najis akan dibenarkan. Setelah kematian, kita tidak dapat mengharapkan penyucian lagi. Kita akan tetap seperti kita saat kita menyeberang ke sana. Kita harus mempersiapkan penyucian diri kita di sini sewaktu hidup di dunia ini. Mari kita bergegas karena siapa yang bisa memprediksi berapa lama seseorang akan hidup? Kehidupan bisa terputus saat ini juga. Bagaimana kita bisa terlihat najis di dunia lain? Melalui mata apa kita akan melihat ayah dan saudara kita yang akan menemui kita? Bagaimana kita akan menjawab pertanyaan mereka, "Apakah keburukan yang ada dalam dirimu ini? Apa ini? Dan apa itu?" Betapa malunya kita! Mari kita cepat untuk memperbaiki semua yang rusak, untuk tiba setidaknya dapat ditoleransi dan tertahankan di dunia lain. Amin!
Refleksi
St. Yohanes Khrisostomos menulis demikian terhadap mereka yang di gereja yang membuat kekacauan dan meninggalkan gereja sebelum selesainya ibadah Liturgi Ilahi kepada Allah. "Ada yang tidak mendekati Perjamuan Kudus dengan gentar tapi dengan gaduh, saling sikut, terbakar amarah, berseru, mengomel, mendorong sesamanya, penuh gangguan. Mengenai hal ini, saya sudah sering berbicara dan tidak akan berhenti membicarakannya lagi. Tidakkah kamu melihat urutan pada pertandingan olimpiade para penyembah dewa berhala ketika ketua olimpiade melewati arena dengan karangan bunga di kepalanya, mengenakan pakaian panjang, memegang tongkat di tangannya, dan pembawa acara menyatakan bahwa semuanya harus hening dan tertib? Tidakkah aneh bahwa di sana, di mana iblis memerintah ada keheningan seperti itu, dan di sini di mana Kristus mengundang kita untuk datang kepada-Nya ada kegaduhan seperti itu. Di arena, diam tetapi di gereja, ada keributan! Di laut, tenang dan di pelabuhan, badai! Ketika kamu diundang untuk makan, kamu tidak boleh pergi sebelum yang lain, meskipun kamu kenyang sebelum yang lain, dan di sini sementara misteri Kristus yang mengagumkan sedang dirayakan, sementara fungsi imamat masih berlanjut, kita pergi dipertengahan dan keluar? Bagaimana ini bisa dimaafkan? Bagaimana ini bisa dibenarkan? Yudas, setelah menerima perjamuan terakhir pada malam terakhir itu, pergi dengan cepat sementara yang lain tetap di meja. Lihatlah, teladan siapa yang mereka ikuti yang bergegas pergi sebelum ucapan syukur terakhir? (di ambil dari homili pada perayaan Epifani).
Lukas 11:41
"Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu." (Luk 11:41). Kebersihan luar menjadikan manusia. Tapi itu kebersihan yang lebih rendah. Kebersihan dalam jauh lebih penting daripada kebersihan luar. Itu adalah kebersihan yang lebih baik. Sebuah hidangan bisa disajikan lebih bermanfaat hanya jika sudah dicuci dan dibersihkan bagian dalamnya meskipun bagian luarnya gelap dan abu-abu. Jika bagian dalam gelas kotor, kebersihan luarnya tidak akan pernah menarik orang untuk meminumnya. Jika mangkuk berwarna gelap dan kotor di dalam, siapa yang berani memakannya? Ada banyak guru di dunia dan banyak contoh kebersihan bagian luar daripada bagian dalam sebab lebih mudah untuk mengajar dan menunjukkan contoh kebersihan luar daripada kebersihan dalam. Lihatlah bagaimana Guru dan Teladan kebersihan yang agung, menempatkan kebersihan yang luar biasa ini pada ketergantungan sedekah internal atau dari dalam. Pemberian sedekah yang dilakukan dari hati memurnikan jiwa manusia. Pemberian sedekah yang dilakukan dari hati membersihkan hati manusia. Pemberian sedekah yang dilakukan dari jiwa membersihkan jiwa manusia. Pemberian sedekah yang dilakukan dari seluruh pikirannya membersihkan pikiran seseorang. Singkatnya, pemberian sedekah internal membersihkan seluruh manusia. Jika sedekah hanya dari tangan, itu tidak akan membersihkan tangan apalagi hati, jiwa dan pikiran. Pemberian sedekah dari tangan sangat diperlukan tetapi hanya membersihkan si pemberi ketika hati menggerakkan tangan untuk sedekah. Selain sedekah dari tangan, ada jenis sedekah lainnya. Doa bagi orang-orang adalah pemberian sedekah internal dan demikian juga kesedihan atas rasa sakit manusia dan kegembiraan atas kegembiraan orang lain. Sedekah yang bersumber dari hati akan menciptakan kebersihan hati, jiwa, dan pikiran. Ya, Tuhan yang Mahamurni, tolonglah kami agar dengan sedekah sejati kami memperoleh kebersihan yang luar biasa. Amin!
Referensi:
https://www.oca.org/saints/lives/2022/02/26/4-memorial-saturday-of-meatfare
https://www.oca.org/saints/troparia/2022/02/26/100606-saint-porphyrius-bishop-of-gaza
Thoughts for Each Day of the Year According to the Daily Church Readings from the Word of God By St. Theophan the Recluse
"The Prologue of Ohrid" by St. Nikolai of Zica, Serbia (Velimirovic)
No comments:
Post a Comment