Onesimus adalah salah satu dari 70 Rasul. Dia adalah seorang budak dari Filemon tetapi melanggar tuannya dan melarikan diri ke Roma di mana dia mendengar Injil dari Rasul Paulus dan dibaptis. Rasul Paulus sebelumnya telah mengubah Filemon untuk memeluk iman kepada Kristus, dia mendamaikan mereka berdua, Filemon dan Onesimus, tuan dan budak, dengan menulis surat khusus kepada Filemon. Itu adalah salah satu tulisan yang paling emosional yang ada dalam Kitab Suci. "Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagipula sekarang dipenjarakan karena Kristus Yesus, mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya, bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan." (Flm 1:9-10,15,16). Tergerak oleh surat ini, Filemon memang menerima Onesimus sebagai saudara dan membebaskannya dari perbudakan. Kemudian, Onesimus ditahbiskan sebagai Uskup oleh para Rasul sendiri dan menerima takhta Uskup di Efesus setelah Rasul Timotius. Ini terbukti dari surat Ignatius sang Pengemban Allah (Theophorus). Pada saat penganiayaan Trajan, Onesimus, yang sudah lanjut usia, ditangkap dan dibawa ke Roma. Di Roma, Onesimus memberikan pertanggungjawaban tentang dirinya di hadapan hakim Tertycus, dipenjarakan dan akhirnya dipenggal. Seorang perempuan kaya mengeluarkan tubuhnya, menaruhnya di peti perak dan menguburkannya dengan hormat pada tahun 109. Rasul Onesimus diperingati oleh Gereja setiap tanggal 15 Februari.

Holy Apostle Onesimus, / entreat the merciful God, / to grant our souls forgiveness of transgressions. (Troparion - tone 3)

Like a beam of light you shone on the world, / illumined by Paul, the all-radiant sun, whose rays enlighten the world. / Therefore we honor you, glorious Onesimus. (Kontakion - tone 4)

Refleksi

Bagi setiap orang, kedamaian jiwa itu lebih berharga. Dengan mereka yang telah mencapai kedamaian jiwa, tubuh dapat terus bergerak; dalam pekerjaan, dalam kesakitan, tetapi jiwa mereka, yang melekat pada Allah, selalu tetap diam dalam kedamaian yang tak tergoyahkan. St Seraphim dari Sarov mengajarkan, "Penting memperhatikan diri sendiri dengan segala cara untuk memelihara kedamaian jiwa dan tidak diganggu oleh penghinaan orang lain. Itulah mengapa perlu, dengan cara apa pun, menahan diri dari kemarahan dengan kewaspadaan terhadap diri sendiri, menjaga pikiran dan hati dari gerakan yang tidak baik. Untuk menjaga ketenangan jiwa, juga perlu menghindari menghakimi orang lain. Dengan tidak menghakimi dan dengan diam, kedamaian jiwa terjaga. Ketika manusia berada dalam keadaan pikiran seperti itu, dia menerima wahyu ilahi. Untuk melindungi manusia dari menghakimi orang lain, dia harus waspada terhadap dirinya sendiri; dia tidak boleh menerima dari siapa pun pikiran yang tidak rohani dan dia harus mati terhadap segala sesuatu yang duniawi. Kita harus tanpa lelah menjaga hati dari pikiran dan pengaruh yang tidak baik. 'Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.' (Amsal 4:23). Kewaspadaan terus-menerus atas hati, kemurnian lahir, di mana Tuhan terlihat menurut kata-kata kebenaran abadi, 'Berbahagialah orang yang suci hatinya: karena mereka akan melihat Allah' (Mat 5:8)."

Yohanes 7:31

"Apabila Kristus datang, mungkinkah Ia akan mengadakan lebih banyak mujizat dari pada yang telah diadakan oleh Dia ini?" (Yoh 7:31). Tuhan Yesus melakukan mukjizat dan semua melihat tetapi tidak semua percaya. Orang-orang menyaksikan mukjizat-Nya dan percaya kepada-Nya. Hamba mendengar perkataan-Nya dan percaya kepada-Nya. Tetapi para pemimpin rakyat dan tuan dari para hamba juga menyaksikan mukjizat-Nya namun tidak percaya kepada-Nya. Jadi, pada hari-hari itu perkataan Juru Selamat menjadi kenyataan, "Tetapi banyak yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama" (Mat 19:30). "Karena lihatlah, beberapa yang terakhir yang akan menjadi yang pertama, dan beberapa yang pertama yang akan menjadi yang terakhir" (Luk 13:30). Mereka yang pertama dalam kehormatan dan otoritas adalah yang terakhir memiliki iman kepada-Nya; dan mereka yang terakhir dihormati dan tidak memiliki kekuasaan adalah yang pertama memiliki iman kepada-Nya. Mengapa orang-orang dan hamba-hamba itu percaya dan para tetua dan ahli Taurat tidak percaya? Sebab, orang-orang dan hamba-hambanya menganggap diri mereka tidak penting dan tidak berharga dan tidak memiliki kesombongan atau iri hati terhadap Kristus. Orang-orang dan pelayan, tanpa kebencian dan prasangka, memandang mukjizat ilahi dan mendengarkan kata-kata ilahi dan kagum dan bersukacita. Para tetua dan ahli Taurat menganggap diri mereka pertama di antara orang-orang dan di dunia dan karena itu mereka dipenuhi dengan kebanggaan dan iri hati dan tidak mampu, bahkan untuk sesaat, untuk melihat karya-karya ajaib atau untuk mendengarkan kata-kata ilahi tanpa kedengkian dan iri hati. Apakah kita melihat bagaimana manusia tanpa kerendahan hati dan kelembutan hati dapat mengenali kebenaran atau bersukacita dalam kebenaran? Apakah kita melihat orang yang sungguh sombong dan iri bahkan tidak membiarkan Tuhan berada di depan mereka? Seperti yang dilakukan setan dahulu! Tuhan Yesus, kebenaran kekal bersihkan hati kami dari kesombongan dan iri hati sehingga kami dapat melihat-Mu dan bersukacita di dalam-Mu. Amin!

Refleksi:

"The Prologue of Ohrid" by St. Nikolai of Zica, Serbia (Velimirovic)

https://www.oca.org/saints/troparia/2022/02/15/100526-apostle-onesimus-of-the-seventy


This free site is ad-supported. Learn more